Artikel ini ditulis oleh Abdul Adzim (Mahasiswa S3 Universitas Maulana Malik Ibrahim – Malang)

Pendahuluan

Usia pesantren jauh lebih tua dari pada Negara Indonesia. Pesantren adalah tempat menimba ilmu agama, serta mengasah kemampuan intelektual dan spritual. Tokoh sentralnya ialah sang Kyai. Kyai adalah sebuah gelar yang melekat pada seseorang karena status sosialnya sanggat penting nan mulia di sebuah komunitas teretentu.

Sebutan Kyai sangat populer di komunitas Jawa, dan Indonesia pada umumnya. Tidak mudah memperoleh gelar Kyai, karena memang tidak ada lembaga pendidikan yang mengeluarkan gelar Kyai. Di dalam tradisi Jawa, orang disebut Kyai jika memiliki pondok pesantren, santri, serta memiliki ilmu pengetahuan agama yang cukup, kapabel, serta prilaku dan tuturnya mencerminkan seorang ulama’ pewaris para Nabi.

Kyai sebagai Tokoh Sentral

Kyai ialah sebuah sebutan khusus dikalangan ulama’ Jawa, khususnya kalangan Nahdhotul Ulama’ (NU). Menurut sebagian pendapat, Kyai itu berasal dari bahasa Sangsekerta ’’KAI’’ yang artinya seorang ’’GURU”, pakar ruhani keagamaan yang mempunyai spritulitas cukup tinggi serta kedekatan dengan sang pencipta (Allah SWT). Sedangkan ‘’SANTRI” berarti orang yang ngansu (mencari) ilmu kerpada sang Kyai. Arti santri adalah’’ Sanggup Netepi Tuntunan Rosul Ilahi’’. Jadi orang bisa dikatakan Kyai, Jika mereka benar-benar menjadi guru yang selalu memberikan (mentransfer ilmu pengetehuan agama dan moral (ahlak) kepada santri-santinya), Kyai juga memiliki pesantren atau padepokan tempat mengajarkan ilmunya. Tingkah laku Kyai juga menjadi panutan oleh semua santrinya. Sedangkan menurut pemahaman orang Jawa, Kyai itu berasal dari kata ikiae (iki ae = ini saja) yang selanjutnya berubah menjadi Kyai. K.H Abdullah Fakih pengasuh ponpes Langitan menolak istilah ‘’iki ae’’ (Zulkifli; Gelar dalam Islam; 104). Beliau mensejajarkan Kyai dengan Syeh yang berasal bahasa Arab. Sebab, pengertian Syeh menurut para ulama ialah seorang tokoh yang memiliki derajat nan keutamaan. Selain berilmu (alim), Syeh itu seorang pengajar (al-Muallim) kepada para santri (murid) serta tutur dan prilakunya mencerminkan seorang Ulama’ pewaris Nabi.

Jadi Kyai adalah bukan hanya mengajar ilmu agama saja. Lebih dari itu, Kyai mengajarkan pola hidup yang sehat dan sederhana. Bahkan, pada masa awal-awal perjuangan melawan penjajahan jepang dan belanda. Sang Kyai tidak hanya duduk manis. Mereka menjadi pemimpin dilapangan, mengatur strategi perang griliya, mengadakan perundingan, serta hingga merususkan UUD 45, sampai merumuskan pancasila sebagai dasar Negara Indonesia.

Lihat saja, begawan-begawan NU (Nahdhotul Ulama’), asal Jawa Timur K.H. Abdul Wahab Hasbullah dan KH. Hasyim Asy’ari, menggelar pertemuan di langgar (musolla) H. Musa Kertopaten Surabaya. Para Kyai itu berjuang, menguras tenaga dan fikiran, hingga harta benda, demi mewujudkan Negara Indonesia yang Merdeka. Awalnya hanyalah sebuah organisasi, Pada pertemuan yang digelar Kyai-Kyai sepuh itu melahirkan satu gagagasan diberi nama Comite Hijaz, yang anggotanya terdiri dari para tokoh tua dan para tokoh muda. Comite Hijaz ini bertujuan mengirimkan utusan ke tanah Hijaz untuk menghadap raja Ibnu Sa’ud. Namun, karena satu hal tertentu. Sehingga Kyai Wahab Hasbullah urung berangkat ke Makkah, bersama Kyai Mas Mansur.[] Menutut keterangan Hartono Ahmad Jaiz, Pengunduran diri itu disebabkan dia tidak jadi dikirim sebagai utusan karena pengetahuan bahasa yang kurang, di samping pengalaman dunia yang tidak cukup luas.

Lebih lanjut lagi, Kyai atau yang lazim disebut dengan Ulama’ ini memiliki keahlian dan ketrampilan bermacam-macam. Ada seorang Kyai yang khusus mengajar al-Qur’an, sehingga melahirkan santri-santri penghafal al-Qur’an, begitu juga khusus Ilmu hadis. Memang, tidak menafikan bahwa pada realitasnya, banyak Kyai memiliki keahlian pengobatan tradisional (alternative), yang Lazim disebut dengan (Tabib). Ada juga yang memiliki keahlian ceramah dan menulis buku. Ada juga yang menekuni bidang Ekonomi hingga menjadi Kyai Yang kaya Raya (Konglomerat) sebagaimana Usman Ibn Affan dan Imam Abu Hanifah.

Ada juga Kyai yang Ahli Falak, Hisab (Astronomi), serta statistic, metafisika. Ada juga Kyai yang menekuni bidang kepemimpinan dan politik praktis hingga menjadi seorang menteri atau presiden. Dari sekian keahlian dan ketrampilan sang Kyai, kebanyakan dari mereka mendalami ilmu agama, seperti Fikih, hadis, tafsir, serta cabang-cabang ilmu agama yang lain.

Sangat tepat, jika Nabi s.a.w menuturkan :’’ Ulama’ (kyai) itu pewaris para Nabi’’. Para Nabi juga memiliki karakter serta sifat yang beragam. Nabi Ayub, beliau seorang yang Kaya Raya, yang kemudian sakit, tetapi beliau a.s sangat sabar. Nabi Yusuf, yang terkenal dengan ke-gantengannya. Nabi Ibrahim terkenal dengan filsafat pendidikan. Nabi Isa terkenal dengan ke-dokteran. Musa terkenal dengan White Magic, hingga mengalahkan Firaun dan rekan-rekanya. Idris a.s, terkenal dengan ketrampilan tangan (menjahit).

Sebagai pewaris Nabi yang memiliki beragam keahlian dan ketrampilan. Di dalam bingkai bangsa Indonesia, Sang Kyai memiliki tugas yang sangat berat, yaitu membagun moral generasi bangsa Indonesia seseuai dengan ketrampilan yang dimiliki. Jangan sampai dipisahkan kedudukan Ulama’ dengan pemerintah, karena keduanya saling membantu untuk membangun moral generasi muda.

Mengingat perngtingnya makom (posisi) ulama’ di bumi Indonesia. Sudah saatnya, sang Kyai dengan segenap kemampuan dan ketrampilanya turun tangan memperbaiki dunia hukum, moral, pendidikan, seni, serta pola fikir masyarakat Indonesia.

Tujuan utamanya ialah, agar supaya musibah demi musibah yang melanda bumi pertiwi berangsur-ansur berkurang. Karena jika kemungkaran, kemasiatan serta kriminatias (mafia) disemua bidang; seperti kesehatan, hukum, pendidikan, politik, dan seni itu masih menghiasi bumi pertiwi, kemudian tidak ada yang turun tangan. Musibah demi musibah, akan terus datang silih berganti. Turun tangan para ulama’, bisa menjadi pencegah kiamat local, yang konon terjadi pada tahun 2012.

Locatan Terbaru di dunia Pendidikan

Jika kita melihat generasi mudi yang sedang menuntut ilmu di tingkat SMP, SMA, dan Perguruan tinggi begitu memprihatinkan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswi Austrilia UMM (Universitas Muhammadiyah Malang). Jumalah gadis yang tidak perawan menjapai 30 %-45 %. Mereka mengaku berhubungan layaknya suami istri diluar nikah, padahal mereka sadar dan tahu hukum agama. Berita, TV, majalah, Koran, bulletin hampir setiap hari memberitakan perkosaan dan pencabulan.

Untuk meminimalisir kemaksitan dan kemungkaran di dalam dunia pendidikan, ditingkat SMP, SMU, Perguruan Tinggi Negeri atau Swasta. Diperlukan penanganan khusus, jika perlu perguruan itu dibuat seperti pesantren, tanpa mengurangi mata kuliah yang ada. Jika perlu, desain gedungnya juga mendukung, kondisi serta lingkungan mendukung serta berbgai disiplin ilmu. Selajutnya, bagi yang beragama islam, membaca al-Qur’an menjadi sebuah kewajiban sebelum memulai belajar. Dengan harapan, setiap hari bersinggunan dengan kalamu Allah.

Memesantrenkan Universitas sesuatu yang sangat mustahil. Tapi, minimal kampus itu bernuasa pesantren, dosen, dekan, rector menjadi Pubilik Figure (Uswatun Hasanah) bagi mahasiswa. Jika ini dilakukan, kemungkinan besar pertolongan tuhan di dalam proses belajar mengjajar akan semakin baik, pengetahuan akan berkembang signifikan seseuai dengan kemajuan jaman.

Peranan Pondok Pesantren Era Modern

Pondok pesantren satu-satunya lembaga pendidikan tertua di Indonesia. Keberadaan pesantren menjadi ciri khas ke-islaman Indoensia, ini perlu dilestarikan sebagai kekuatan dan kekayaan budaya Indonesia. Di Berbagai Negara, tidak ditemukan lembaga pendidikan model pesantren seperti di Negeri Indonesia. Yang ada ialah pendidikan Formal dibawah Naugan pemerintah. Banyak warga Negara Malaysia, Brunai, Singgapura, Thailand, Suriname berburu ilmu pengetahuan dan agama di Pesantren.

Jarang ditemukan, orang Indonesia nyantri di Luar Negeri, kalaupun ada, mereka bukan di pondok pesantren, akan tetapi di Universitas, atau lembaga pendidikan Formal. Model pesantren ini sangat mirip dengan Halakoh-halakoh di Makkah sebelum masa pemerintahan Arab Saudi. Banyak dari para Kyai itu pernah mengenyam pendidikan di Makkah, yang selanjtnya di modifikasi sehingga menjadi Pondok Pesantren.

Pondok Pesantren (santri), dan Kyai tidak dapat dipisahkan. Tiga elemen inilah yang membuat Negeri Indonesia berdiri tegak dengan tidak menafikan kekuatan dari unsur lain.

Berdirinya Indonesia tidak lepas dari peranan pesantren serta Kyai dan Santrinya. Sudah saatnya, peranan pondok pesantren dan elemen-elemenya membagun kembali negeri Indonesia yang porak poranda hukum, pendidikan, ekonomi, serta moral generasi muda.

Mafia hukum, pendidikan hampir menjadi suguhan sehari-hari di media masa. Pengedar Narkotika, ganja, togel, pencurian, pencopetan, pemerkosaan, serta penipuan sudah menjadi rahasia umum. Satu ditangkap, esok harinya sudah ada lagi pelaku kriminalitas.

Padahal, lembaga pendidikan semakin banyak, mulai sekolahan, kampus, pesantren, majlis ta’lim. Ustad-ustad muda juga bermunculan di TV, tetapi kondisi hukum, politik, serta pendidikan moral masih belum ada penggaruhnya sedikitpun terhadap masyarakat Indonesia. Sangat berbeda dengan penggaruh pesantren pada masa berdirinya NU.

Kemungkinan besaper, para Kyai dan pesantren sudah terkontaminasi dengan pemerintah. Sehingga pemerintah, adapat mengkontral kegiatan pesantren dan kyai. Dengan demikian, peranan kyai dan pesantren tak ubahnya peranan pemerintah yang lemah terhadap kemungkran dan kekmasitan di bumi Nusantara